Politikus Busuk.

Sepak terjang politikus dalam berkelit menghadapi persoalan menggambaran cara-cara berpolitik penuh hiprokrisi. Lihat saja drama awal disaat Nazaruddin harus menepis tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam skandal suap pembangunan wisma atlit. Langsung menggelar konperensi pers. Tidak tanggung-tanggung meminta Ruhut Sitompul dan Beni K Harman untuk mendampingi Nazaruddin yang berkelit 'bahwa hukum itu tidak bisa didasarkan atas dasar katanya-katanya'.
Soliditas mereka seakan menunjukkan kelompok dan berusaha untuk meyakinkan pada publik terhadap tuduhan tidak berdasar. Dibalik itu semua ada apa harus Ruhut Sitompul dan Benny K Harman, seakan mereka sudah siap pasang badan untuk melakukan pembelaan. Patut diduga ada sesuatu dibalik soliditas mereka. Ketiganya lantas mengacungkan jempol. Apa pula itu maksudnya? Banggakah?
Padahal setiap argumen yang diucapkan Nazaruddin selalu dimentahkan dengan fakta yang ada jadi tidak atas dasar katanya, seperti Nazaruddin tak mengenal Rosalina Manulang, faktanya kenal. Lalu kasus yang mendukung perilaku Nazaruddin yang gemar menyuap. Laporan Mahmud MD, ketua MK, kepada SBY, yang sekjendnya mengalami usaha penyuapan, dan Nazar berkelit berusaha membalikkan fakta tidak pernah melakukan dan menerima kembali pengembalian usaha penyuapan yang telah dilakukannya. Serta isterinya juga tersangka terlibat dalam kasus korupsi di Kemenakertrans.

Sikap ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sejak kasus mencuat tak menunjukkan respon dan cenderung untuk menghindar, menimbulkan prasangka diduga terlibat dengan sepakterjang Nazaruddin, hal itu dilakukannya hingga pemecatan Nazaruddin sebagai bendahara partai, kecuali saat Mahmud MD menunjuknya bahwa Sekjend dan Nazarrudin kenal, menepis sanggahan Nazaruddin yang mengatakan tak mengenal Sekjend MK. Mahmud MD meminta Anas untuk jujur mengatakan apa adanya kalau Nazaruddin mengenal sekjen MK karena sering bersama.
Nampak Anas berusaha menghindar agar tidak terjebak lebih jauh masuk dalam kasus Nazaruddin. Takut Nazaruddin akan turut 'berjibaku' menyeretnya masuk ke dalam lingkaran kasus yang lebih besar.
Hal itu memang masih perlu dibuktikan bahwa ada kedekatan khusus antara Anas dan Nazaruddin dalam barbagai hal. Tetapi, bukti awal sudah nampak bila melihat Anas dan Nazaruddin bersaham membangun sebuah perusahaan, lalu Nazaruddin yang mengusung Anas dalam perebutan ketua umum Demokrat, dan SBY yang tidak berdaya bahwa yang mengusung Nazaruddin jadi bendahara partai adalah Anas berdasarkan quorum.
Baik sikap Anas dan cara berkelit semakin menunjukkan melindungi Nazaruddin. Awalnya mengatakan bahwa Nazaruddin siap memenuhi panggilan bila dikehendaki KPK. Tetapi begitu panggilan dilayangkan. Kenyataan Nazaruddin tak memenuhi panggilan. Hal itu sudah menunjukkan kebohongan, semakin mempertegas bahwa Anas dan kelompoknya berusaha melindungi. Posisi Anas seakan tergadai dengan kasus Nazaruddin.
Ketidak hadiran Nazaruddin semakin memperjelas posisi kelompok dan Demokrat yang seakan berusaha memproteksi. Ruhut yang berusaha menyudutkan KPK dengan segala alasan kenapa KPK ikut-ikut menyeret Neneng Sri Wahyuni isteri Nazaruddin dalam kaitan korupsi di kemenakertrans. Dan berkelit apa yang menimpa anggota partai adalah tanggungjawab pribadi dan jangan dikaitkan dengan partai.
Kalau itu menjadi tanggungjawab pribadi, kenapa orang-orang partai gerah, termasuk Ruhut. Alangkah lebih elegan bila Ruhut yang selalu melakukan pembelaan melepaskan diri sebagai anggota dewan lalu menjadi pengacara Nazaruddin dan keluarganya supaya tidak membingungkan dan lebih jelas posisinya, hal itu juga terlihat saat sebagai anggota tim pencari fakta, seperti yang dikatakan Amir Syarifuddin dalam pertemuan 'Indonesia Lawyer Club' di TVone yang menyitir, bahwa team pencari fakta yang dibentuk Demokrat tidak lagi sebagai team investigasi melainkan menjadi team advokasi.
Kalau masalah Nazaruddin terkait partai. Jelas sekali. Kan posisi Nazaruddin masih anggota dewan dari fraksi demokrat dan ketika itu masih menjabat jadi bendahara partai sebelum dipecat, sudah mempertegas semua itu tak terlepas dari kepartaian.
Kehadiran team Demokrat yang konon untuk menjemput Nazarrudin di Singapura. Patut diduga sebagai upaya konsolidasi disana, terbukti tak ada hasilnya. Sebaliknya berkelit dengan kata-kata yang berkesan pembelaan saat tak berhasil menjemput atau mempengaruhi agar kembali ke tanah air. Dan hanya membawa berita, bahwa Nazaruddin akan datang memenuhi panggilan KPK tapi ada embel-embel 'insya Allah', dan membumbui untuk cari empati dengan memberitahukan, bobot badan Nazarrudin turun 18 kg, bongkok, wajah cekung, sakit di dada saat batuk-batuk yang kata Sutan Batugana, tidak dibuat-buat, lalu ketemu disuatu tempat yang ditentukan sendiri oleh Nazaruddin sehingga mereka tak tahu tempat Nazaruddin. Belum lagi soal penyakit, seharusnya didasarkan pada pernyataan dokternya, tim yang diberangkatkan Demokrat ke singapura kan bukan tim dokter untuk memeriksa kondisi kesehatan Nazaruddin? Jangankan dokter, rumah sakitnya saja mereka tidak tahu. Barangkali sengaja untuk menutup-nutupi?
Politikus partai Demokrat sudah mempertontonkan kebohongan dalam usaha untuk melindungi kadernya yang korup, ini yang ketahuan, bukan mustahil korupsi sesungguhnya masih sedang berjalan. Yang semakin memberi keyakinan bahwa partai demokrat menjadi sarang koruptor, dimana para kadernya banyak yang terjerat kasus korupsi.
SBY sendiri sebagai pembina partai seperti setali tiga uang. Mempermasalahkan sms dan rumor yang beredar dengan mengatakan dan menuduh para penyebar sebagai pengecut tidak menunjukkan diri, menyebar fitnah dari tempat yang sangat gelap. Tetapi SBY tidak berkaca, bahwa anggota partainya ada yang berperilaku serupa. Seperti Mr. Ramadhan Pohan yang tidak mau menjelaskan perihal mister A yang menurutnya sebagai penyebar sms gelap yang mencoba mengobok-obok partai Demokrat, sehingga menimbulkan kegelisahan terhadap mereka yang punya nama berawalan huruf A. Lalu berdalih dan berkelit saat didesak dan tetap bersikukuh tidak mau menunjukkan siapa sesungguhnya Mr. A. Juga saat didesak untuk menuntut Mr. A, jawabannya bahwa semua itu sebagai 'peristiwa politik'. Logika dari mana bahwa tidak bisa dituntut sebagai penyebar finah dan menimbulkan kegelisahan terhadap mereka yang punya nama depan berawalan huruf A. Lalu kalau hal itu jadi alasan sebagai peristiwa politik dengan maksud untuk diabaikan saja. sebaiknya SBY juga mengabaikan sms yang ditujukan terhadap dirinya. Jadi publik jangan diberi lagi melodrama politik seakan dirinya selalu dirudung petaka mengharap iba dari rakyat Indonesia.
Carut marut dalam Partai demokrat sesungguhnya menggambarkan bahwa kader Demokrat nampak gelisah dan kehilangan pegangan saat menyadari bahwa masa depan Demokrat tanpa SBY dan keluarganya menjadi 'quo vadis'. Sebaliknya juga SBY dengan keputusannya untuk tidak menyiapkan siapa-siapa apalagi keluarga di pilpres 2011, membuat kader partai seperti sudah tidak menghormati dan menggubris keinginannya untuk membawa Nazaruddin kembali mempertanggungjawabkan kasus yag menimpanya, sekali pun harus marah-marah, karena barangkali pamor SBY sudah tak ada lagi, dan tak ada yang bisa diharapkan dari SBY ke depan. Mereka sedang mencari selamat. Walau mereka membantah bahwa Demokrat tidak bergantung pada SBY, dan membangun sebagai partai modern.
Mengerucutnya kader ke dalam kelompok yang patut diduga melindungi Nazaruddin kian solid, bukan hanya untuk menyelamatkan mereka yang patut diduga terlibat 'transaksi' dengan Nazaruddin, tetapi juga bagaimana ada upaya untuk menyelamatkan partai Demokrat sendiri, karena posisi Nazaruddin yang pegang kas keuangan dan pembukuan partai, setidaknya banyak hal yang diketahuinya yang membuatnya seakan memegang banyak kartu truf. Bila hal itu sampai terkuak, maka jelas sudah bahwa Demokrat telah menghianati konsituennya khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, karena ternyata di dalam Partai Demokrat penuh dengan politikus busuk yang hanya membuat republik ini kian runyam, menjauhkan harapan rakyat mencapai cita-cita kesejahteraan dengan mengenyahkan koruptor sesuai janjinya selama kampanye.