75 Juta dari Telkomsel! Ah, Cybercrime!

Pada Tanggal 27 May 2011. Jam 09:17, saya mendapat kiriman SMS demikian:
Selamat!! Anda Men-dpt'Hadiah Rp.75 juta dari TELKOMSEL'Poin Di Undi tadi mlm PKL'23:30/RCTI. Hub"kantor"pst 081390029099 DR.H.Sriyanto Pengirim:+777
Dari:+6285216178364

Bila memperhatikan berita yang disampaikan, sudah tentu, siapa yang tidak bakalan senang memperoleh hadiah uang sebesar Rp.75 juta rupiah tanpa turut melakukan kegiatan apa pun sebelumnya. Kesan pertama saat memperhatikan si pemberi hadiah adalah Telkomsel, sebuah perusahaan operator seluler ternama, yang memiliki jumlah pelanggan jutaan, sudah tentu menimbulkan kesan percaya. Yang bisa saja diberikan oleh Telkomsel yang kerap mengadakan undian  hadiah, kepada nomer saya sebagai pelanggannya.
Tetapi saat meneliti berita yang tertulis lebih lanjut. Rasa curiga segera muncul karena Undian pada stasiun yang disebutkan dan waktu diadakannya undian, bersamaan waktu dan acara dari sebuah tayangan film yang saya ikuti, jadi apakah ada stasiun berbeda dengan nama yang sama, atau stasiun yang sama membuat acara yang berbeda pada saat yang sama. Bingung kan?

Belum lagi dalam pengambilan hadiah. Agar menghubungi nomer pesawat di mana nomer tersebut bukan nomer yang dimiliki kantor stasiun tv tersebut. Ada beberapa teman saya bekerja disana, apalagi adik saya juga pernah bekerja disana. Sedangkan nama orang yang harus dihubungi sudah tentu bukan PR stasiun tersebut, atau sebagai karyawan disana. Sehingga semakin mempertegas bahwa SMS yang saya terima tak lebih dari bentuk upaya penipuan belaka.
Tentu, saya merupakan satu dari sekian banyak orang yang mengalami hal serupa. Hanya berbeda tema. Seperti meminta pengiriman pulsa yang mengatasnamakan anggota keluarga, dan sebagainya.
Hal di atas tentu saja sebagian kecil dari sekian banyak jenis kejahatan di dunia maya atau cybercrime. Mulai dari penipuan pulsa, konten hp, belanja online, hingga investasi melalui transaksi internet.
Terdeportasinya 177 ekspatriat belum lama ini yang menyalahgunakan visa kunjungan untuk melakukan kejahatan dunia maya di Indonesia, menunjukkan sisi lemahnya hukum di republik ini. Mereka tidak akan terdeteksi bila tidak ada laporan dari negara dari mana mereka berasal. Cina, Taiwan, Philipina
Mereka adalah satu dari sekian banyak kelompok pelaku cybercrime yang berada di Indonesia. Dan menggunakan Indonesia sebagai base camp dalam melakukan aktifitasnya.
Lemahnya undang-undang. Lemahnya pengawasan perbankan. Lemahnya pengawasan terhadap provider. Lemahnya aturan terhadap regulasi operator seluler. Memungkinkan para pelaku cybercrime menjadikan Indonesia menjadi tempat yang nyaman dan aman dalam melakukan tindak kejahatan.
Betapa tidak, penipuan permintaan pengiriman pulsa saja, pihak kepolisian tetap tidak proaktif dan hanya menunggu laporan korban, dengan alasan kasus seperti itu didasarkan atas delik aduan. Banyaknya korban yang diberitakan di media masa seharusnya bisa dijadikan bukti awal bareskrim dalam menindaklanjuti kejahatan yang terjadi di masyarakat. Jadi tidak harus menunggu laporan dari anggota masyarakat.
Bagi masyarakat tentu akan berpikir seribu kali untuk melapor sebagai korban atau ada upaya penipuan terhadapnya. Mending kehilangan ayam dari pada akan kehilangan lagi kambing. Begitulah pandangan yang masih ada dalam masyarakat. Belum lagi kepercayaan terhadap setiap laporan, apakah benar-benar akan ditindak lanjuti, bila mengukur nominal kerugiannya?
Untuk mengungkap dan menangkap para pelaku cybercrime dituntut kemampuan aparat dalam penguasaan tehnologi dunia maya. Antaralain membangun network dengan interpol karena kejahatan seperti ini merupakan transnationalcrime.
Hal yang lebih penting lagi adalah membuat aturan agar provider atau operator seluler memiliki tanggungjawab kepada pelanggannya. Harus ada mekanisme pelaporan pelanggan agar mudah mengakses provider. Serta laporan provider sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap komplain pelanggan. Jangan hanya bombastis di iklan, mengiming-imingi seribu satu fitur layanan, bonus dan paket, dan mudahnya memungut rupiah demi rupiah dari pelanggan. Tetapi manakala pelanggan menghadapi masalah, mengalami kesulitan bahkan tidak bisa berhubungan dengan provider maupun operator secara langsung. Diperlukan regulasi yang tegas dan jelas agar pelanggan mudah mengakses ketika menghubungi provider atau operator..
Menkominfo dulu pernah memberlakukan register sesuai dengan identitas bagi nomer pelanggan baru, hal itu untuk menghindarkan aksi-aksi kejahatan, seperti kejahatan dan ancaman via telepon selular seperti ancaman bom. Tetapi realisasi pengisian registrasi masih bisa dilewati untuk tetap bisa melakukan kejahatan melalui telepon seluler. Murahnya nomer perdana, memungkinkan siapapun berganti-ganti nomer dengan mudah. Belum lagi janji mekominfo didalam menertipkan iklan-iklan sms layanan yang dirasakan menganggu privasi, yang ternyata tinggal janji saja.
Semakin maju peradaban teknologi digital, semakin canggih pula pelaku cybercrime. Pemerintah dituntut untuk membuat regulasi aturan untuk melindungi konsumen atau siapa pun yang terakses di dunia maya. Bagi masyarakat untuk selalu dituntut kewaspadaan sebagai  langkah prefentif. Permintaan pulsa mengatasnamakan anggota keluarga. Pemberitahuan hadiah dari undian yang tak pernah ada. Jika menerima sms semacam itu, langkah yang harus diambil adalah abaikan saja!