Jatuh Tempo Sang Penguasa.

2014 saat jatuh tempo SBY melunasi untuk hutang-hutang janjinya mensejahterakan rakyat dan memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya sesuai janjinya saat kampanye. Bila tidak, apa yang diutarakan di Ritz Carlton adalah bagian isu pengalihan terhadap persoalan yang tidak bisa diatasinya.
Kenapa sampai timbul kesimpulan demikian. Seharusnya tidak pada tempatnya SBY bicara dalam forum itu bila tidak memiliki tendensi tersembunyi. Kalau memang dia diberi kesempatan sebatas lecture, seharusnya bisa membatasi diri bicara dalam kontek umum menyangkut kepemimpinan, tanpa mengkaitkan dengan kepentingan individu yang terkait dengan garis politiknya. Bila ingin menyampaikan untuk menepiskan isu atau rumor yang berkaitan dengan dirinya maupun keluarganya terkaitan suksesi pilpres di 2014. Seyogyanya, berbicara atas nama partai yang dia pimpin maupun yang dia bentuk yang berhasil mengusungnya menjadi presiden selama dua periode. Alangkah lebih etis bila disampaikan secara resmi melalui juru bicara partai, dalam hal ini Partai Demokrat. Sehingga masyarakat umum atau publik menjadi tahu dan pasti bahwa itu merupakan sikap resmi partai dan sikap resmi yang bersangkutan dalam sisi politik.

Akibatnya, banyak sekali timbul pertanyaan dan syakwasangka berbagai kalangan. Pertanyaan pertama tentu saja. Apakah ini bagian dari usaha untuk mengalihkan perhatian publik dan media terhadap kasus-kasus besar yang menyangkut Partai Demokrat? Kasus Andi Nurpati yang bermasalah dengan Makamah Kontitusi tentang pemalsuan surat MK. Kasus Nazaruddin yang berkaitan dengan Suap dalam pembangunan Wisma Atlit. Belum lagi istrinya yang juga dimintai keterangan untuk kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans). Lalu kasus putusan bebas Gubernur Bengkulu dari jeratan korupsi, yang dijatuhkan oleh Hakim Syarifuddin yang kini ditangkap KPK (menurut ICW hakim yang telah membebaskan 39 koruptor), dan banyak lagi pejabat negara yang berada dibawah pemerintahannya dari daerah hingga pusat, dari jaksa, polisi, hingga hakim terlibat kasus. Mencerminkan bahwa pemerintahannya penuh dengan korupsi. Seakan mencerminkan bahwa sesungguhnya SBY tidak berdaya dan tidak mampu mengatasinya, atau tidak bersungguh-sungguh. Penuh KKN. Tidak berdaya menghadapi kolega-koleganya, seperti Aburisal Bakrie yang berhasil mengalihkan tanggungjawab masalah Lapindo menjadi tanggungjawab pemerintah, yang hingga kini masih belum terselesaikan.
Pertanyaan kedua. Kenapa mesti melontarkan isu itu di hadapan Indonesia Young Leader Forum 2011 di Ritz Carlton Jakarta, kamis (9/6)? Jawabannya adalah sudah tentu bahwa forum itu merupakan sarana yang strategis untuk melontarkan pengalihan isu dihadapan lebih dari seribu orang generasi muda yang umumnya pengusaha. 30 orang tokoh muda yang punya prestasi dunia, 120 orang yang namanya mulai dikenal nasional, serta 100 orang yang menjadi pemimpin dan  tokoh di wilayahnya masing-masing.
Karena dengan demikian SBY bisa langsung tepat sasaran bisa melakukan curhat dan pengaduan untuk menunjukkan sikap pribadi dan sikap keluarga yang terkait dengan suksesi 2014, menepiskan anggapan terhadap anutan politik dinasti.
Tetapi apakah sikap yang disampaikannya menjadi sikap resmi? Kenapa harus juga mengatasnamakan isteri dan anak-anaknya untuk tidak mencalonkan diri 2014 sebagai balon presiden? Apakah sikapnya itu mencerminkan dirinya sebagai seorang demokrat sejati? Isteri dan anak punya hak berpolitik. Baik mencalonkan ataupun dicalonkan. Kalau hak isteri, bisa jadi domainnya karena dia sebagai suami punya hak menahkodai terlepas dari HAM, tetapi kalau Ibas, sebagai anak, apalagi usianya sudah bukan lagi menjadi beban dan tanggungjawabnya yang hak-haknya dilindungi undang-undang, apalagi Ibas sebagai anggota partai yang punya konsituen, seharusnya hak konsituen tidak boleh dikebiri oleh bukan orang yang diberikan mandat melalui pemberian suara saat pemilihan? Dalam hal ini SBY tak mencerminkan dirinya sebagai seorang yang berjiwa demokrat.
Pertanyaan ketiga. Kenapa yang dia persoalkan suksesi di tahun 2014? Di 2014 sudah sangat jelas tertuang dalam aturan peraturan perundangan, dia tidak bisa lagi maju ke pilpres. Jadi tak perlu lagi SBY menyampaikan di hadapan forum yang sudah tentu bukan orang 'bodoh', meski sebagian besar warga bangsa umumnya ada yang masih belum memahaminya.
Kita seharusnya bisa membedakan antara yang dimaksudkan dengan 'cerdas' dan 'berkelit'. Makna ucapan yang disampaikan SBY, tidak lebih dari ucapan kata yang bersayap. Nyatanya cepat sekali publik langsung menanggapi, seakan ucapannya itu penuh retorika dan ada agenda tersembunyi. SBY tidak mencalonkan diri di tahun 2014. Sudah pasti, karena tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Tetapi, apakah dia juga tidak mencalonkan diri di tahun 2019? Menurutnya anak-anak dan keluarganya tidak mencalonkan diri di 2014, apakah akan dipersiapkan untuk 2019?
Yang pasti bisa tergambar terhadap dibalik makna bersayap dalam kata-katanya, bahwa baik Ibas maupun isterinya belum menunjukkan kemampuannya sebagai seorang 'leader' selain mengekor di belakang pamor SBY. Ibas yang lebih banyak berdiam diri, apakah itu bagian dari strateginya dalam berkomunikasi? Ataukah itu menggambarkan hal yang sesungguhnya akan ketidakmampuannya berbicara dan beragument sendiri di hadapan publik? Kenapa mesti melalui bapaknya yang harus berbicara bahwa dirinya tidak ikut mencalonkan di tahun 2014, yang seharusnya sikapnya disampaikan secara resmi menjadi sikap resmi partai. Agar partai maupun konsituennya tidak dibuat bingung atau kecewa. Partai sudah tentu berharap yang bersangkutan akan menjadi ikon karena lekat dengan kebesaran bapaknya, SBY, yang diharapkan bisa mendulang perolehan suara untuk mempertahankan eksitensi partai memenangkan pilpres maupun anggota dewan mendatang, itu pun bila masyarakat tetap menghendaki.
Seperti halnya yang terjadi dalam tubuh Partai Demokrat. Betapa tidak solidnya hubungan internal dalam Partai Demokrat. Ataukah ini barangkali, dalam internal anggota partai demokrat sebagian ada yang sudah bisa membaca apa yang bakal terjadi ke depan bila Demokrat tanpa SBY dan keluarganya? Bila dalam perhitungan dan perkembangannya hal itu bakal terjadi? Mereka seakan sudah berancang-ancang bagaimana agar tetap survive dan eksis diperpolitikan maupun sebagai anggota dewan sekalipun berada di partai mana saja.
Anggota dewan sebagian tidak bedanya dengan 'kutu loncat', menghisap dan hidup bertahan di inangnya yang masih gemuk dan sehat, bila tidak sehat tentu akan loncat mencari lahan baru, atau partai lain. Karena bagi mereka menjadi anggota dewan adalah pekerjaan, bukannya pengabdian.
Sudah dua periode SBY menjalankan roda pemerintahan. Selama dua periode pemerintahannya tidak memilihi kebijakan yang jelas dan pasti untuk mencapai tujuan seperti yang tercermin dalam 'Way of Life' bangsa Indonesia. Selama dua periode masyarakat diombang-ambingkan dalam tujuan bernegara yang kian penuh ketidakpastian, karena tidak memiliki garis besar haluan negara. Selama dua periode masyarakat mengharapkan sosok pemimpin yang tegas, yang dipercayaikan melalui pilpres langsung dengan hasil mandat masyoritas. Tetapi selama dua periode apa yang menjadi harapan besar masyarakat hanya sekedar 'asa' yang kemudian menciptakan keputus'asa'an karena sosok yang dipilihnya tidak memiliki ketegasan.
Apakah selama dua periode ini kemudian SBY akan melenggang-kangkung dengan beralasan bahwa dirinya sudah jatuh tempo? Meninggalkan segudang permasalah bangsa yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya selama ini, sesuai amanah kepercayaan akibat janji-janjinya selama berkampanye agar memilihnya? Apakah SBY tidak mempunyai kepentingan lagi dalam berpolitik dengan menyatakan tidak menyiapkan siapa-siapa dalam pilpres 2014?
Apakah? Apakah? Dan masih banyak lagi apakah yang memerlukan jawaban pasti. Seribu pertanyaan dan analisa yang timbul sebagai akibat dari ucapan yang dilontarkan. Tidak lebih sebagai isu besar, sebagaimana apa yang dilontarkan oleh mister Pohan. Bila SBY tidak memberikan jawaban yang resmi dan jujur kepada bangsa ini melalui sikap Partai yang mengusungnya. Memang pemerintah ini mampunya hanya mengalihkan isu saja. Sontoloyo!