Kidung Birahi Garengpung di Musim Pancaroba.

Pada bulan Agustus. Udara siang hari biasanya terik sekali. Apalagi udara di perkotaan, disamping terik tapi juga pengap. Udara segar sulit didapat bila tidak berada di tengah taman atau hutan kota. Kebisingan serta aroma asap kendaraan membuat nafas dan paru-paru terasa berat. Menimbulkan hasrat untuk mencari tempat berudara sejuk dan segar, seperti keluar kota, kepedesaan. Meski musim kemarau yang melanda juga terasa sama di daerah pegunungan. Namun suasananya yang damai, dengan kesunyian alamnya, serta angin yang bertiup, masih mampu memberikan kesegaran paru-paru, sehingga oksigen yang terserap dalam darah, bisa memberi suntikan kesegaran bagi segenap bagian tubuh.
Memasuki bulan Agustus. Bulan puncak musim kering, memasuki musim penghujan. Adalah saat dimana nimfa (kepompong berjalan), bahasa jawanya uwel-uwel atau jungkruk - bagian dari metamorfosis seekor serangga yang biasa disebut garengpung (cicada), mulai keluar dari persembunyiannya di dalam tanah, setelah terkubur kurang lebih satu hingga dua tahun lamanya, dan bertahan hidup dari akar pohon inangnya.
Bentuk kaki depan  nimfa lebih besar. Digunakan sebagai alat penggali menuju permukaan tanah. Kemudian merayap pada batang pohon, berusaha menggapai puncak ketinggian atau ranting untuk bertengger, sembari menjalani masuk ke tahapan selanjutnya, yakni proses perubahan tubuh (metamorfosis). Kulit cangkang mulai mengeras. Cengkeraman kaki depan pada kulit pohon seakan menyatu, lengket, sulit dicabut. Seperti halnya pada kupu-kupu. Kepompong mulai merekah, bagian punggung mulai membelah vertikal, mengelupas seiring keluarnya anggota badan bagian demi bagian secara perlahan, berkembang menuju proses kesempurnaan untuk menjadi dewasa.
Garengpung atau dalam bahasa Inggrisnya cicada, diantaranya ada dua jenis yaitu; 17-Year Cicada atau Macicada Species dan Dogday Cicada atau tibicen canicularis, yang sangat menarik karena keunikan suaranya. Untuk jenis 17-year cicada, sesuai dengan namanya, muncul secara berkala setiap 17 tahun sekali, sedangkan untuk jenis Dogday Cicada setiap satu atau dua tahun sekali, itulah kenapa serangga ini disebut serangga berkala, karena kemunculannya terjadi secara berkala, dengan rentang waktu setiap tujuh belas tahun dan yang tahunan.
Ada beberapa jenis serangga ini. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 2000 spesies. Beberapa daerah di Indonesia ada yang menyebut sebagai, tonggeret, gareng, garengpong, garengpung, oreng-oreng, jenggeret, cenggeret, tongleret, uir-uir dan lain sebagainya.
Di Indonesia khususnya di wilayah pedesaan. Jenis dogday cicada atau garengpun yang tubuhnya lebih besar lebih mudah dikenali, lantaran suara nyanyian yang diperdengarkan demikian khas bila hinggap pada batang pohon. Pohon yang kerap jadi hinggapannya adalah pohon yang tidak berdaun lebat. Binatang ini lebih menyukai batang dan ranting yang terbuka, seperti pohon turi, pohon randu. Karena disaat sang jantan melantunkan kidung birahi agar bisa terlihat untuk menarik betina yang berminat padanya.
Perlu diketahui, bahwa hanya garengpung jantan saja yang mampu menghasilkan suara. Karena hanya jenis jantan yang memiliki organ timpana sebagai alat penghasil resonasi bunyi yang terdiri dari tiga lapis membran. Alat tersebut terletak di bagian torak yang berwarna oranye.
Sedangkan betinanya tubuh sedikit lebih besar dibandingkan yang jantan, tetapi tidak memiliki organ timpana. Tubuh yang jantan lebih langsing. Sedangkan timpana adalah alat yang berfungsi sebagai daya tarik sexual terhadap betina. Seperti halnya ayam merak, hanya yang jantan memiliki bulu indah yang digunakan untuk menarik perhatian betina.
Anak-anak desa lebih menyukai menangkap yang betina, karena yang betina dagingnya lebih penuh dibanding yang jantan bila dipanggang atau digoreng. Sedangkan yang jantan ditangkap hanya untuk dijadikan mainan yang menghasilkan bunyi bila ditekan pada bagian perutnya. Semakin banyak yang jantan dikumpulkan, suara yang dihasilkan semakin riuh. Daging garengpung rasanya gurih dan nikmat. Di negara bagian Amerika, penduduk mengolahnya menjadi masakan yang lezat yang dipanggang dengan merangkainya seperti sate.
Pengalaman masa kecilku. Kalau menangkap garengpung pada musim kemarau, adalah dengan menggunakan getah nangka yang dilekatkan pada bagian ujung sebatang galah panjang, karena serangga ini selalu hinggap pada ranting pohon yang tinggi, jadi perlu jangkauan yang cukup.
Memasuki musim penghujan, dimana serangga ini telah memasuki musim kawin, untuk meletakkan telur-telurnya ke dalam celah lubang yang dibuatnya pada ranting-ranting pohon. Untuk menangkapnya tidak sesulit saat musim kemarau. Memasuki musim penghujan, saat yang tepat untuk menangkap tanpa harus menggunakan alat bantu, waktunya adalah di pagi hari. Di mana serangga ini tubuhnya masih kaku akibat kelembaban udara dingin. Kita hanya tinggal menggoyang-goyangkan batang atau ranting pohon, maka tubuh serangga ini berjatuhan tanpa bereaksi untuk terbang.
Garengpun adalah jenis serangga yang tidak berbahaya. Tidak berbau. Tidak menyengat. Tidak menghasilkan racun, atau sesuatu yang membahayakan manusia. Serangga ini hanya mengeluarkan suara eraman bila keadaannya terancam.
Musim kemarau di pedesaan dan tepi hutan yang jauh dari kebisingan dan kesibukan alam perkotaan. Selalu memberikan suasana penuh kedamaian. Memberikan kenyamanan sanubari. Menenteramkan perasaan. Gemericiknya aliran air di sela bebatuan sungai. Serta sesekali terdengar kicau dan kepakan sayap burung yang terbang melintas. Semakin terasa lengkap bila dilengkapi nyanyian garengpung yang meratap-ratap. Melantunkan kidung birahi di kejauhan, di puncak ranting pohon tinggi. Laiknya menciptakan paduan simponi alam yang mampu menghantarkan sukma serasa bagai di alam Nirwana.