Masa liburan anak-anak sekarang sepenuhnya bergantung pada orangtua. Bagi mereka yang memiliki orangtua yang berpenghasilan cukup, atau setidaknya bergaji, masih punya peluang dibawa orangtuanya mengunjungi tempat pelesir di luar atau dalam kota. Namun bagi mereka yang tidak seberuntung kawannya yang memiliki orang tua yang berpenghasilan cukup. Barangkali waktu liburnya akan dihabiskan di depan pesawat televisi.
Di Kota-kota besar ruang publik yang bisa dipakai anak-anak bermain nyaris tak tersedia. Tidak ada lagi halaman yang lebar bisa leluasa digunakan untuk bermain bersama, sebab setiap rumah yang memiliki halaman luas kerap dijumpai berpagar rapat dan tinggi, bahkan tak tembus dari luar..
Masih beruntung bila masih ada jalanan di dekat rumah yang tidak dilewati kendaraan besar, mereka bisa memanfaatkan untuk bermain sepak bola, congklak, atau pun lompat tali dan lain-lainnya yang tidak memerlukan biaya. Itu pun jika masih ada anak-anak sekampungnya yang bisa diajak bermain bersama. Sebab pada saat ini kebanyakkan orangtua cenderung melarang anak-anak mereka berada di luar rumah. Takut terhadap penculikan anak, ditabrak kendaraan, atau pun segala resiko lain yang bisa menjadi ancaman bila anak-anak mereka berada di luar rumah.
Permainan anak-anak kampung di kota-kota besar tidak sekreatif teman-teman sebayanya yang berada di pedesaan. Anak-anak kota bermain games playstation, meski permainan itu juga melanda pedesaan. Bagi yang tidak memiliki playstation, setidaknya bisa bermain gameboy yang kadang disewakan oleh penjaja keliling dengan tarif permainan perjam seribu rupiah. Atau ikut nimbrung bila ada temannya memiliki hp yang ada permainannya.
Atau bermain tembak-tembakan, ini pun bagi mereka yang bisa membeli permainan pistol yang harus dibeli di pasar atau di mal-mal. Atau mau bermain petak umpet? Tetapi permainan ini bagi anak-anak perkotaan sudah tidak menarik lagi. Mereka lebih menyukai bermain bola gebok, yang bolanya terbuat dari segumpal kertas koran bekas. Atau bermain congklak dan lompat tali, biasa hanya anak-anak perempuan yang melakukannya.
Hiburan anak-anak kampung apalagi dalam masa libur sekolah tidak banyak pilihan. Setidaknya bila tidak diajak rekreasi oleh orangtuanya mengunjungi lokasi hiburan, mereka masih bisa merengek minta duit seribu dua ribu buat naik odong-odong, atau naik kereta kuda yang dinaiki beramai-ramai keliling jalanan kampung.
Berbeda dengan anak-anak di kampung pedesaan. Lingkungan dan ketersediaan alam membuat mereka lebih beruntung bila dibandingkan teman sebayanya yang tidak bisa pergi ke tempat rekreasi karena orangtua mereka tidak cukup uang untuk mengajak pergi ke tempat-tempat tersebut. Transportasi, karcis masuk, permainan yang ada di dalamnya, makanan kecil dan minuman jika tidak mau repot bawa bekal dari rumah, semua itu memerlukan biaya yang tidak sedikit, yang tidak sepadan hasilnya bisa dinikmati anak-anak.
Di kampung anak-anak desa akan pergi ke sawah mencari kembang tebu bila ingin bermain tembak-tembakan. Mereka sudah terbiasa membuat bedil dari batang bunga tebu bila musim giling tiba, atau membuatnya dari batang daun pisang, sekalian kuda-kudaanya. Setidaknya dengan memanfaatkan bagian dari tanaman mereka sudah cukup senang bermain tanpa harus mengeluarkan uang apalagi dilakukan beramai-ramai dengan sahabatnya.
Ada banyak permainan bisa dibuat dari tanaman. Seperti, permainan 'tulup' terbuat dari ranting bambu sepanjang tiga puluh sentimeter, dengan sundut atau alat menyodok terbuat dari batang bambu yang sudah diraut sesuai diamter ranting bambu, dengan panjang sama yakni tiga puluh sentimeter, dan pelornya dibuat dari rendaman kertas koran. Cara bermainnya adalah dengan mengisi dua bagian lubang ujung ranting bambu sehingga tercipta hampa udara, bila dari satu lubang disodok maka sumbatan kertas koran di satu sisinya akan melesat ibarat pelor yang keluar dari sumbunya dengan meninggalkan bunyi "tak!"
Bisa pula pelor berasal dari biji kedelai atau biji bunga keramunting, yang dimasukkan ke lubang batang ranting lalu ditiup, hanya perlu kebiasaan untuk mendapatkan teknik agar tiupan bisa membuat biji kedelai terlempar jauh.
Dari batang bunga tebu bisa pula dibuat permainan, seperti kereta pedati, mobil-mobilan, panahan. Lalu batang padi bisa dijadikan seruling atau harmonika. Selumpring atau kelopak batang bambu bisa dibuat topeng atau baling-baling. Dari kulit biji pohon dadap atau waru bisa dibuat kitiran semacam baling-baling, yang cara bermainnya cukup dilemparkan tinggi ke udara maka kulit biji itu akan terbang berputar-putar.
Ada banyak permaian yang bisa dibuat anak-anak di desa dengan cara sederhana. Sawah, kebun, sungai dan oro-oro atau tanah lapang adalah tempat mereka bermain. Mengembalakan kambing atau kerbau hingga sore hari. Atau mandi sambil bermain lompat-lompatan dari tebing ke kedung di bibir sungai bila udara siang terasa panas menyengat. Bila lapar mereka akan mencari umbi-umbian, atau buah tanaman yang tumbuh liar di antara semak.
Setidaknya anak-anak desa dalam menikmati liburan sekolahnya bisa menghibur diri dengan permainan yang tidak memerlukan baterai yang sering diperlukan pada mainan yang dimiliki anak kota.