TKI Dipancung? Coba Tanyakan pada Kepala SBY yang Bergoyang.


Sulitnya mencari lapangan pekerjaan serta keinginan untuk memperoleh penghasilan tinggi tanpa mengukur pada keahlian yang dimilikinya. Yang membuat para wanita Indonesia larut menggapai mimpi kerja di Timur Tengah tanpa mempertimbangkan resiko yang bakal dihadapi. Yang ada dalam bayangan pikiran mereka dan keluarga hanyalah ribuan dinar yang bakal diterima. Yang akan direncanakan sebagai modal usaha, menyelamatkan ekonomi keluarga karena sang suami menganggur akibat tak ada lapangan pekerjaan, membangun rumah, menyekolahkan anak, dan banyak mimpi-mimpi serta keinginan lainnya yang seolah hanya bisa diwujudkan oleh dinarnya Arab Saudi. Walau untuk mewujudkan mimpi tersebut harus ada yang rela menjual sawah atau rumah sekedar ongkos bisa berangkat ke luar negeri, yang akan ditebus atau membeli lagi bila sudah memperoleh gaji disana.

Pemerintah yang Mengajarkan Ketidakjujuran.

Seharusnya masih hangat dalam ingatan kita, di tahun 2009 lalu Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa Ujian Nasional telah melanggar Hak Azazi Anak, dalam hal ini pelajar. Dan negara dalam hal ini Kementerian Pendidikan telah melakukan pelanggaran dan pembangkangan amanah undang-undang terhadap keputusan MK karena tetap memberlakukan Ujian Nasional. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ketidak jujuran yang terjadi dilapisan dunia pendidikan sebenarnya disebabkan oleh pemerintah, sebagai dampak dari urgensi mengejar nilai serta angka kelulusan. Apalagi sampai ada sekolah yang harus dimerjer dengan sekolah lain sebagai akibat tak satu pun dari siswa didiknya lulus dalam ujian nasional.
Dunia pendidikan sudah seharusnya tidak lagi menekankan pada UN sebagai ukuran suatu keberhasilan dalam dunia pendidikan. Tetapi lebih ditekanan pada nilai budipekerti, akhlak serta pengelolaan pendidikan berlandaskan moralitas yang benar. UN harus dievaluasi total. Bila perlu ditiadakan bila tidak efektif.
Kalau guru berkompromi untuk mengejar kelulusan, maka kejujuran itu sendiri telah dikorbankan. Kalau kelulusan menjadi indikator keberhasilan, maka kecenderungan untuk berkompromi akan terus terjadi.
Anak-anak tidak boleh dicemari oleh moral orang dewasa dan pengajar yang memiliki mentalitas buruk. Anak-anak harus diselamatkan. Banyak guru yang sesungguhnya gagal dalam bidang pengajaran, tetapi untuk menutupi kegagalannya adalah dengan memanipulasi dengan hal yang tidak benar. Seperti melakukan stimulasi menyiasati ujian nasional agar siswa didiknya bisa lulus semua, yang terjadi di SD Gadel Surabaya.

75 Juta dari Telkomsel! Ah, Cybercrime!

Pada Tanggal 27 May 2011. Jam 09:17, saya mendapat kiriman SMS demikian:
Selamat!! Anda Men-dpt'Hadiah Rp.75 juta dari TELKOMSEL'Poin Di Undi tadi mlm PKL'23:30/RCTI. Hub"kantor"pst 081390029099 DR.H.Sriyanto Pengirim:+777
Dari:+6285216178364

Bila memperhatikan berita yang disampaikan, sudah tentu, siapa yang tidak bakalan senang memperoleh hadiah uang sebesar Rp.75 juta rupiah tanpa turut melakukan kegiatan apa pun sebelumnya. Kesan pertama saat memperhatikan si pemberi hadiah adalah Telkomsel, sebuah perusahaan operator seluler ternama, yang memiliki jumlah pelanggan jutaan, sudah tentu menimbulkan kesan percaya. Yang bisa saja diberikan oleh Telkomsel yang kerap mengadakan undian  hadiah, kepada nomer saya sebagai pelanggannya.
Tetapi saat meneliti berita yang tertulis lebih lanjut. Rasa curiga segera muncul karena Undian pada stasiun yang disebutkan dan waktu diadakannya undian, bersamaan waktu dan acara dari sebuah tayangan film yang saya ikuti, jadi apakah ada stasiun berbeda dengan nama yang sama, atau stasiun yang sama membuat acara yang berbeda pada saat yang sama. Bingung kan?

Politikus Busuk.

Sepak terjang politikus dalam berkelit menghadapi persoalan menggambaran cara-cara berpolitik penuh hiprokrisi. Lihat saja drama awal disaat Nazaruddin harus menepis tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam skandal suap pembangunan wisma atlit. Langsung menggelar konperensi pers. Tidak tanggung-tanggung meminta Ruhut Sitompul dan Beni K Harman untuk mendampingi Nazaruddin yang berkelit 'bahwa hukum itu tidak bisa didasarkan atas dasar katanya-katanya'.
Soliditas mereka seakan menunjukkan kelompok dan berusaha untuk meyakinkan pada publik terhadap tuduhan tidak berdasar. Dibalik itu semua ada apa harus Ruhut Sitompul dan Benny K Harman, seakan mereka sudah siap pasang badan untuk melakukan pembelaan. Patut diduga ada sesuatu dibalik soliditas mereka. Ketiganya lantas mengacungkan jempol. Apa pula itu maksudnya? Banggakah?
Padahal setiap argumen yang diucapkan Nazaruddin selalu dimentahkan dengan fakta yang ada jadi tidak atas dasar katanya, seperti Nazaruddin tak mengenal Rosalina Manulang, faktanya kenal. Lalu kasus yang mendukung perilaku Nazaruddin yang gemar menyuap. Laporan Mahmud MD, ketua MK, kepada SBY, yang sekjendnya mengalami usaha penyuapan, dan Nazar berkelit berusaha membalikkan fakta tidak pernah melakukan dan menerima kembali pengembalian usaha penyuapan yang telah dilakukannya. Serta isterinya juga tersangka terlibat dalam kasus korupsi di Kemenakertrans.

Jatuh Tempo Sang Penguasa.

2014 saat jatuh tempo SBY melunasi untuk hutang-hutang janjinya mensejahterakan rakyat dan memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya sesuai janjinya saat kampanye. Bila tidak, apa yang diutarakan di Ritz Carlton adalah bagian isu pengalihan terhadap persoalan yang tidak bisa diatasinya.
Kenapa sampai timbul kesimpulan demikian. Seharusnya tidak pada tempatnya SBY bicara dalam forum itu bila tidak memiliki tendensi tersembunyi. Kalau memang dia diberi kesempatan sebatas lecture, seharusnya bisa membatasi diri bicara dalam kontek umum menyangkut kepemimpinan, tanpa mengkaitkan dengan kepentingan individu yang terkait dengan garis politiknya. Bila ingin menyampaikan untuk menepiskan isu atau rumor yang berkaitan dengan dirinya maupun keluarganya terkaitan suksesi pilpres di 2014. Seyogyanya, berbicara atas nama partai yang dia pimpin maupun yang dia bentuk yang berhasil mengusungnya menjadi presiden selama dua periode. Alangkah lebih etis bila disampaikan secara resmi melalui juru bicara partai, dalam hal ini Partai Demokrat. Sehingga masyarakat umum atau publik menjadi tahu dan pasti bahwa itu merupakan sikap resmi partai dan sikap resmi yang bersangkutan dalam sisi politik.

Cinta Si Adang pada Si Nunun.

Saya mencoba menangkap pikiran yang ada dalam benak Adang Dorojatun ketika menjawab pertanyaan wartawan seputar isterinya Nunun Nurbaeti. Walau saya mengamini saat dia mengatakan bahwa sebagai suami yang sangat mencintai isteri, harus membela mati-matian isterinya, terlepas dari tanggung jawab moralnya sebagai anggota dewan yang terhormat dari partai yang mengklaim sebagai partai berbasis menjunjung moralitas yang bersih.
Tetapi yang membuat saya tidak mengerti dan bertanya. Apakah sikapnya itu benar-benar sekedar bertujuan untuk melindungi sang isteri tercinta agar jangan sampai dijebloskan ke prodeo? Saya meragukan dan  tidak yakin. Jangan-jangan apa yang dilakukan sebenarnya malah sebaliknya. Membiarkan isterinya sakit dan terkatung-katung menggelandang di negeri orang, tidak mencerminkan seorang suami yang penuh perhatian terhadap isteri tercinta. Kondisi seperti itu justru menimbulkan dugaan, seperti mengorbankan isterinya untuk menutupi sesuatu yang patut diduga apa yang dilakukan isterinya sesungguhnya menutupi apa yang seharusnya jadi tanggungjawab Adang sendiri yang terkait dengan kebijakan partainya?

Kidung Birahi Garengpung di Musim Pancaroba.

Pada bulan Agustus. Udara siang hari biasanya terik sekali. Apalagi udara di perkotaan, disamping terik tapi juga pengap. Udara segar sulit didapat bila tidak berada di tengah taman atau hutan kota. Kebisingan serta aroma asap kendaraan membuat nafas dan paru-paru terasa berat. Menimbulkan hasrat untuk mencari tempat berudara sejuk dan segar, seperti keluar kota, kepedesaan. Meski musim kemarau yang melanda juga terasa sama di daerah pegunungan. Namun suasananya yang damai, dengan kesunyian alamnya, serta angin yang bertiup, masih mampu memberikan kesegaran paru-paru, sehingga oksigen yang terserap dalam darah, bisa memberi suntikan kesegaran bagi segenap bagian tubuh.
Memasuki bulan Agustus. Bulan puncak musim kering, memasuki musim penghujan. Adalah saat dimana nimfa (kepompong berjalan), bahasa jawanya uwel-uwel atau jungkruk - bagian dari metamorfosis seekor serangga yang biasa disebut garengpung (cicada), mulai keluar dari persembunyiannya di dalam tanah, setelah terkubur kurang lebih satu hingga dua tahun lamanya, dan bertahan hidup dari akar pohon inangnya.

Namanya Burung Gereja

Saat ini khususnya di wilayah perkotaan, sulit menjumpai keberadaan satwa-satwa liar seperti burung, kecuali di taman-taman kota yang terjaga dan terlindungi. Tetapi setidaknya masih ada jenis burung yang dengan mudah masih bisa dilihat sehari-hari di permukiman, seperti di halaman rumah, atau di tembok teras rumah. Jenis burung itu disebut burung gereja. Keberadaan burung ini mengalahkan keberadaan burung merpati. Yang selama ini seakan burung merpati yang bisa berdamai dalam kehidupan sehari-hari manusia, karena bisa dipelihara dengan dilepas tanpa harus dikurung. Tetapi sebagai penyandang predikat simbol perdamaian dan kesetiaan. Ironinya, burung merpati kerap menimbulkan masalah, karena tidak berdamai dalam lingkungan kehidupan manusia, lantaran kotorannya yang menimpa jemuran, dan menyebar di genting rumah, sering menciptakan disharmoni hubungan antar tetangga yang terganggu dengan beraknya yang berada dimana-mana. Belum lagi suara dekuran pejantan yang sedang birahi yang tak akan berhenti sampai si betina menyerah, suaranya berisik dan mengganggu. Belum lagi burung merpati kini dimanfaatkan sebagai alat judi adu pacu. Walau toh pada akhirnya merpati-merpati sebagian ada yang berakhir di penggorengan.

Catatan Buat KPK Bagi Koruptor dan Mafia Peradilan

Keuangan yang maha esa
Persekongkolan bangsat Indonesia
Kemanusiaan yang tak adil dan biadab
Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijakan para bangsat dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan bagi seluruh bangsat Indonesia

Hore Quo Vadis Kelulusan!

Ujian pun usai. Berapa pun danem atau nilai yang didapat tak penting. Yang penting lulus. Sebab, kelulusan ibarat terlepas dari berkati-kati beban, walau sesungguhnya beban itu tak benar-benar lepas. Bagi lulusan sekolah menengah pertama masih harus berjuang untuk mendapatkan sekolah baru. Bagi mereka dari kalangan berada, sudah barangtentu orangtuanya akan memperjuangkan untuk mendapatkan sekolah favourit, dengan segala upaya bila perlu menyuap atau 'menitipkan' ke panitia penerimaan murid. Bagi mereka yang hidup dari kalangan pendapatan pas-pasan, syukur-syukur punya nilai tinggi, sehingga bisa berkompentisi memperebutkan ketersediaan bangku yang jumlahnya terbatas. Bila tidak, masih bisa bersyukur dan berlega hati diterima di sekolah - walau tidak favorit - atau sekolah lain yang kental dengan aroma pungutan, meski subsidi pendidikan sudah dianggarkan, menepis slogan pendidikan gratis dari tingkatan sekolah dasar hingga sekolah menengah. Kewajiban orangtua memang memperjuangkan agar anaknya bisa melanjutkan sekolah. Mereka adalah generasi penerus keluarga dan bangsa.
Bagi kalangan siswa. Kelulusan identik dengan eporia. Sebuah momen peristiwa yang harus dirayakan. Peristiwa yang telah ditunggu selama tiga tahun. Masa kelulusan adalah saatnya mengorbankan baju seragam yang sebelumnya begitu dijaga jangan robek sedikit pun, apalagi ternoda, bila tidak ingin kena resiko sanksi disiplin dari pihak sekolah.